Arsip Blog

Jumat, 07 Oktober 2011

Pengertian Etika Bisnis

Pengertian Etika Berdasarkan Bahasa
Menurut bahasa Yunani Kuno, etika berasal dari kata ethikos yang berarti “timbul dari kebiasaan”. Etika adalah cabang utama
Filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika) (id.wikipedia.org).
Etika bisnis memiliki padanan kata yang bervariasi, yaitu (Bertens, 2000):
1. Bahasa Belanda à bedrijfsethiek (etika perusahaan).
2. Bahasa Jerman à Unternehmensethik (etika usaha).
3. Bahasa Inggris à corporate ethics (etika korporasi).
Analisis Arti Etika
Untuk menganalisis arti-arti etika, dibedakan menjadi dua jenis etika (Bertens, 2000):
1. Etika sebagai Praktis
a. Nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan atau justru tidak dipraktekkan walaupun seharusnya dipraktekkan.
b. Apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral.
2. Etika sebagai Refleksi
a. Pemikiran moral à berpikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
b. Berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambil praksis etis sebagai objeknya.
c. Menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku orang.
d. Dapat dijalankan pada taraf populer maupun ilmiah.
Perkembangan Etika Bisnis
Berikut perkembangan etika bisnis menurut Bertens (2000):
1. Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.
2. Masa Peralihan: tahun 1960-an
Ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.
3. Etika Bisnis Lahir di AS: tahun 1970-an
Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.
4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa: tahun 1980-an
Di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).
5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global: tahun 1990-an
Tidak terbatas lagi pada dunia Barat. Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.
Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005).
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah:
1. Pengendalian diri
2. Pengembangan tanggung jawab social (social responsibility)
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4. Menciptakan persaingan yang sehat
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha ke bawah
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hokum positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Ada 3 jenis masalah yang dihadapi dalam Etika yaitu
1. Sistematik
Masalah-masalah sistematik dalam etika bisnis pertanyaan-pertanyaan etis yang muncul mengenai sistem ekonomi, politik, hukum, dan sistem sosial lainnya dimana bisnis beroperasi.
2. Korporasi
Permasalahan korporasi dalam perusahaan bisnis adalah pertanyaan-pertanyaan yang dalam perusahaan-perusahaan tertentu. Permasalahan ini mencakup pertanyaan tentang moralitas aktivitas, kebijakan, praktik dan struktur organisasional perusahaan individual sebagai keseluruhan.
3. Individu
Permasalahan individual dalam etika bisnis adalah pertanyaan yang muncul seputar individu tertentu dalam perusahaan. Masalah ini termasuk pertanyaan tentang moralitas keputusan, tindakan dan karakter individual.
Ciri Bisnis yang Beretika
Ciri Bisnis yang Beretika
Berdasarkan hasil diskusi kelompok dalam mata kuliah etika bisnis dapat disimpulkan mengenai Ciri-Ciri Bisnis yang beretika yaitu:
1. Tidak merugikan siapapun
2. Tidak menyalahi aturan-aturan dan norma yang ada
3. Tidak melanggar hukum
4. Tidak menjelek-jelekan saingan bisnis
5. Mempunyai surat izin usaha
Semoga tulisan ini dapat menambah pengetahuan kita untuk menjadi pebisnis yang beretika.
Pengertian etika berbeda dengan etiket. Etiket berasal dari bahasa Prancis etiquette yang berarti tata cara pergaulan yang baik antara sesama menusia. Sementara itu etika, berasal dari bahasa Latin, berarti falsafah moral dan merupakan cara hidup yang benar dilihat dari sudut budaya, susila, dan agama.
Etika merupakan filsafat / pemikiran kritis dan rasional mengenal nilai dan norma moral yg menentukan dan terwujud dalam sikap dan pada perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok.(sebuah ilmu : pengejawantahan secara kritis ajaran moral yang dipakai).
Mengapa Etika Bisnis Diperlukan ?
1. Para Pelaku Bisnis dituntut Profesional
2. Persaingan semakin tinggi
3. Kepuasan konsumen faktor utama
4. Perusahaan dapat dipercaya dalam jangka panjang
5. Mencegah jangan sampai dikenakan sanksi-sanksi pemerintah pada akhirnya mengambil keputusan.
Sikap Bisnis Ditunjukan Dalam Hal
-Intergrity : Bertindak jujur & benar
-Manner : Tidak Egois
-Personality : Kepribadian
-Aparance : Penampilan
-Consideration : Memahami sudut pandang lain dalam berfikir selama berbicara.
Etika Bisnis Dlm Penggunaan Hak Milik Intelektual :
1.Hak Cipta : Pencipta / penerima hak untuk mengumumkan ciptaannya.
2.Hak Paten : Negara ; penemuan teknologi
3.Hak Merek : Tanda , gambar, tulisan, pembeda barang & jasa.
Bisnis ; “Business” ; Kegiatan Usaha.
Bisnis ; Kegiatan yang bertujuan mengutamakan keuntungan dengan memperhitungkan rugi laba, mengutamakan What I Have To Get , Not What I have To Do.
Kegiatan Bisnis Di Kelompokan Dalam 3 Bidang :
1.Kegiatan Perdagangan : jual-beli
2.Bisnis dalam arti kegiatan industri
3.Bisnis dalam arti kegiatan jasa-jasa.
Mempraktikkan bisnis dengan etiket berarti mempraktikkan tata cara bisnis yang sopan dan santun sehingga kehidupan bisnis menyenangkan karena saling menghormati. Etiket berbisnis diterapkan pada sikap kehidupan berkantor, sikap menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap di mana kita tergabung dalam organisasi. Itu berupa senyum — sebagai apresiasi yang tulus dan terima kasih, tidak menyalah gunakan kedudukan, kekayaan, tidak lekas tersinggung, kontrol diri, toleran, dan tidak memotong pembicaraan orang lain.
Dengan kata lain, etiket bisnis itu memelihara suasana yang menyenangkan, menimbulkan rasa saling menghargai, meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan citra pribadi dan perusahaan. Berbisnis dengan etika bisnis adalah menerapkan aturan-aturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan.
Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral.
Intinya adalah bagaimana kita mengontrol diri kita sendiri untuk dapat menjalani bisnis dengan baik dengan cara peka dan toleransi. Dengan kata lain, etika bisnis untuk mengontrol bisnis agar tidak tamak. Bahwa itu bukan bagianku. Perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan.
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis. Untuk meraih keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai pelanggaran moral.
Praktik curang ini bukan hanya merugikan perusahaan lain, melainkan juga masyarakat dan negara. Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) tumbuh subur di banyak perusahaan.
Ketika ekonomi Indonesia tumbuh pesat dalam sepuluh tahun terakhir, banyak pendatang baru di bisnis. Ada pedagang yang menjadi bankir. Banyak juga pengusaha yang sangat ekspansif di luar kemampuan. Mereka berlomba membangun usaha konglomerasi yang keluar dari bisnis intinya tanpa disertai manajemen organisasi yang baik. Akibatnya, pada saat ekonomi sulit banyak perusahaan yang bangkrut.
Pelanggaran etik bisnis di perusahaan memang banyak, tetapi upaya untuk menegakan etik perlu digalakkan. Misalkan, perusahaan tidak perlu berbuat curang untuk meraih kemenangan. Hubungan yang tidak transparan dapat menimbulkan hubungan istimewa atau kolusi dan memberikan peluang untuk korupsi.
Banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran, terutama dalam kinerja keuangan perusahaan karena tidak lagi membudayakan etika bisnis agar orientasi strategik yang dipilih semakin baik. Sementara itu hampir 61.9% dari 21 perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEJ tidak lengkap menyampaikan laporan keuangannya (not avaliable).
Tingkat perhatian perusahaan terhadap perilaku etis juga sangat menentukan karena dalam jangka panjang bila perusahaan tidak concern terhadap perilaku etis maka kelangsungan hidupnya akan terganggu dan akan berdampak pula pada kinerja keuangannya.
Hal ini terjadi akibat manajemen dan karyawan yang cenderung mencari keuntungan semata sehingga terjadi penyimpangan norma-norma etis. Segala kompetensi, keterampilan, keahlian, potensi, dan modal lainnya ditujukan sepenuhnya untuk memenangkan kompetisi.
”Pelanggaran etika perusahaan terhadap pelanggannya di Indonesia merupakan fenomena yang sudah sering terjadi. Contoh terakhir adalah pada kasus Ajinomoto. Kehalalan Ajinomoto dipersoalkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada akhir Desember 2000 setelah ditemukan bahwa pengembangan bakteri untuk proses fermentasi tetes tebu (molase), mengandung bactosoytone (nutrisi untuk pertumbuhan bakteri), yang merupakan hasil hidrolisa enzim kedelai terhadap biokatalisator porcine yang berasal dari pankreas babi,”.
Kasus lainnya, terjadi pada produk minuman berenergi Kratingdeng yang sebagian produknya diduga mengandung nikotin lebih dari batas yang diizinkan oleh Badan Pengawas Obat dan Minuman. ”Oleh karena itu perilaku etis perlu dibudayakan melalui proses internalisasi budaya secara top down agar perusahaan tetap survive dan dapat meningkatkan kinerja keuangannya,”.
Pengaruh budaya organisasi dan orientasi etika terhadap orientasi strategik secara simultan sebesar 65%. Secara parsial pengaruh budaya organisasi dan orientasi etika terhadap orientasi strategik masing-masing sebesar 26,01% dan 32,49%. Hal ini mengindikasikan bahwa komninasi penerapan etika dan budaya dapat meningkatkan pengaruh terhadap orientasi strategik. ”Hendaknya perusahaan membudayakan etika bisnis agar orientasi strategik yang dipilih semakin baik. Salah satu persyaratan bagi penerapan orientasi strategik yang inovatif, proaktif, dan berani dalam mengambil risiko adalah budaya perusahaan yang mendukung,”.
Dari mana upaya penegakkan etika bisnis dimulai? Etika bisnis paling gampang diterapkan di perusahaan sendiri. Pemimpin perusahaan memulai langkah ini karena mereka menjadi panutan bagi karyawannya. Selain itu, etika bisnis harus dilaksanakan secara transparan. Pemimpin perusahaan seyogyanya bisa memisahkan perusahaan dengan milik sendiri. Dalam operasinya, perusahaan mengikuti aturan berdagang yang diatur oleh tata cara undang-undang.
Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sangsi. Kalau semua tingkah laku salah dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Repotnya, norma yang salah ini akan menjadi budaya. Oleh karena itu bila ada yang melanggar aturan diberikan sangsi untuk memberi pelajaran kepada yang bersangkutan.
Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menegakkan budaya transparansi antara lain:
1. Penegakkan budaya berani bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya. Individu yang mempunyai kesalahan jangan bersembunyi di balik institusi. Untuk menyatakan kebenaran kadang dianggap melawan arus, tetapi sekarang harus ada keberanian baru untuk menyatakan pendapat.
2. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengukur kinerja jelas. Bukan berdasarkan kedekatan dengan atasan, melainkan kinerja.
3. Pengelolaan sumber daya manusia harus baik.
4. Visi dan misi perusahaan jelas yang mencerminkan tingkah laku organisasi.
Etika bisnis, selanjutnya disingkat EB, merupakan etika khusus (terapan) yang pada awalnya berkembang di Amerika Serikat. Sebagai cabang filsafat terapan, etika bisnis menyoroti segi-segi moral perilaku manusia yang mempunyai profesi di bidang bisnis dan manajemen. Oleh karena itu, etika bisnis dapat dilihat sebagai usaha untuk merumuskan dan menerapkan prinsip-prinsip etika dibidang hubungan ekonomi antar manusia. Secara terperinci, Richard T.de George menyebut bahwa etika bisnis menyangkut empat kegiatan sebagai berikut:
1. penerapan prinsip-prinsip umum dalam praktik bisnis. Berdasarkan prinsi-prinsip etuka bisnis itu kita dapat menyoroti dan menilai apakah suatu keputusan atau tindakan yang diambil dalam dunia bisnis secara moral dapat dibenarkan atau tidak. Dengan demikian etik bisnis membantu pra pelaku bisnis untuk mencari cara guna mencegah tindakan yang dinilai tidak etis.
2. etika bisnis tidak hanya menyangkut penerapan prinsip-prinsip etika pada dunia bisnis, tetapi juga metaetika. Dalam hubungan ini, etika bisnis mengkaji apakah perilaku yang dinilai etis pada individu juga dapat berlaku pada organisais atau perusahaan bisnis. Selanjutnya etika bisnis menyoroti apakah perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial atau tidak.
3. bidang telaah etika bisnis menyangkut pandangan – pandangan mengenai bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis mengkaji moralitas sistem ekonomi pada umumnya dan sistem ekonomi publik pada khususnya, misalnya masalah keadilan sosial, hak milik, dan persaingan.
4. etika bisnis juga menyentuh bidang yang sangat makro, seperti operasi perusahaan multinasional, jaringan konglomerat internasional, dan lain- lain.

Tujuan etika bisnis adalah menggugah kesadaran moral para pelaku bisnis untuk menjalankan good business dan tidak melakukan monkey business atau dirty business. Etika bisnis mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan manajemen bisnis yang baik (etis) agar bisnis itu pantas dimasuki oleh semua orang yang mempercayai adanya dimensi etis dalam dunia bisnis. Hal ini sekaligus menghalau citra buruk dunia bisnis sebagai kegiatan yang kotor, licik, dan tipu muslihat. Kegiatan bisnis mempunyai implikasi etis, dan oleh karenanya membawa serta tanggungjawab etis bagi pelakunya
Etika Bisnis adalah seni dan disiplin dalam menerapkan prinsip-prinsip etika untuk mengkaji dan memecahkan masalah-masalah moral yang kompleks. (Weis) .
Etika Bisnis merupakan studi mengenai bagaimana norma moral personal diaplikasikan ke dalam aktivitas dan tujuan perusahaan (Laura Nash).
SASARAN DAN RUANG LINGKUP ETIKA BISNIS
Setelah melihat penting dan relevansi etika bisnis ada baiknya jika kita tinjau lebih lanjut apa saja sasaran dan lingkup etika bisnis itu. Ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok etika bisnis di sini, yaitu:
1. Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip, kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik dan etis. Dengan kata lain, etika bisnis pertama-tama bertujuan untuk menghimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis secara baik dan etis.
2. Menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh, atau karyawan dan masyarakatluas pemilik aset umum semacam lingkungan hidup, akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh praktek bisnis siapa pun juga. Pada tingkat ini, etika bisnis berfungsi untuk menggugah masyarakat untuk bertindak menuntut para pelaku bisnis untuk berbisnis secara baik demi terjaminnya hak dan kepentingan masyarakat tersebut. Etik bisnis mengajak masyarakat luas, entah sebagai kartawan, konsumen, atau pemakai aset umum lainnya yan gberkaitan dengan kegiatan bisnis, untuk sadar dan berjuang menuntut haknya atau paling kurang agar hak dan kepentingannya tidak dirugikan oleh kegiatan bisnis pihak mana pun.
3. Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis lebih bersifat makro, yang karena itu barang kali lebih tepat disebut etika ekonomi. Dalam lingkup makro semacam ini, etika bisnis berbicara mengenai monopoli, oligopoli, kolusi, dan praktek-praktek semacamnya yang akan sangatmempengaruhi tidak saja sehat tidaknya suatu ekonomi melainkan juga baik tidaknya praktek bisnis dalam sebuah negara.
TINGKATAN ETIKA BISNIS
Weiss(1995:9) mengutip pendapat Carroll( 1989) membahas lima tingkatan etika bisnis, yaitu individual, organisasional, asosiasi, masyarakat, dan internasional.
1. Tingkat individual, menyangkut apakah seseorang akan berbohong mengenai rekening pengeluaran, mengatakan rekan sejawat sedang sakit karena tidak ada di tempat kerja, menerima suap, mengikuti saran teman sekerja sekalipun melampaui perintah atasan. Jika masalah etis hanya terbatas pada tanggung jawab individual, maka seseorang harus memeriksa motif dan standar etikanya sebelum mengambil keputusan.
2. Tingkat organisasional, masalah etis muncul apabila seseorang atau kelompok orang ditekan untuk mengabaikan atau memaafkan kesalahan yang dilakukan oleh sejawat demi kepentingan keharmonisan perusahaan atau jika seorang karyawan disuruh melakukan perbuatan yang tidak sah demi keuntungan unit kerjanya.
3. Tingkat asosiasi, seorang akuntan, penasihat,dokter, dan konsultan manajer harus melihat anggaran dasar atau kode etik organisasi profresinya sebagai pedoman sebelum ia memberikan saran pada kliennya.
4. Tingkat masyarakat, hukum, norma, kebiasaan dan tradisi menentukan perbuatan yang dapat diterima secara sah. Ketentuan ini tidak mesti berlaku sama di semua negara. Oleh karena itu, kita perlu berkonsultasi dengan orang atu badan yang dapat dipercaya sebelum melakukan kegiatan bisnis di negara lain.
5. Tingkat internasional, masalah-msalah etis menjadi lebih rumit untuk dipecahkan karena faktor nilai-nilai dan budaya, politik dan agama ikut berperan. Oleh karena itu, konstitusi, hukum, dan kebiasaan perlu dipahami dengan baik sebelum seesorang mengambil keputusan.
Prinsip-prinsip Etika Bisnis
Keraf (1994:71-75) menyebutkan terdapat lima prinsip etika bisnis yaitu:
1. Prinsip Otonomi. Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri. Bertindak secara otonom mengandaikan adanya kebebasan mengambil keputusan dan bertindak menurut keputusan itu. Otonomi juga mengandaikan adanya tanggung jawab. Dalam dunia bisnis, tanggung jawab seseorang meliputi tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, pemilik perusahaan, konsumen, pemerintah, dan masyarakat.
2. Prinsip Kejujuran. Prinsip kejujuran meliputi pemenuhan syarat-syarat perjanjian atau kontrak, mutu barang atau jasa yang ditawarkan, dan hubungan kerja dalam perusahaan. Prinsip ini paling problematik karena masih banyak pelaku bisnis melakukan penipuan.
3. Prinsip Tidak Berbuat Jahat dan Berbuat Baik. Prinsip ini mengarahkan agar kita secara aktif dan maksimal berbuat baik atau menguntungkan orang lain, dan apabila hal itu tidak bisa dilakukan, kita minimal tidak melakukan sesuatu yang merugikan orang lain atau mitra bisnis.
4. Prinsip Keadilan. Prinsip ini menuntut agar kita memberikan apa yang menjadi hak seseorang di mana prestasi dibalas dengan kontra prestasi yang sama nilainya.
5. Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri. Prinsip ini mengarahkan agar kita memperlakukan seseorang sebagaimana kita ingin diperlakukan dan tidak akan memperlakukan orang lain sebagaimana kita tidak ingin diperlakukan.
Relativitas Moral Dalam Bisnis
Menurut De George, ada tiga pandangan umum yang dianut. Pandangan pertama adalah norma etis berbeda antara 1 tempat dengan tempat lainnya. Artinya perusahaan harus mengikuti norma dan aturan moral yang berlaku di negara tempat perusahaan tersebut beroperasi. Yang menjadi persoalan adalah anggapan bahwa tidak ada nilai dan norma moral yang bersifat universal yang berlaku di semua negara dan masyarakat, bahwa nilai dan norma moral yang berlaku di suatu negara berbeda dengan yang berlaku di negara lain. Oleh karena itu, menurut pandangan ini norma dan nilai moral bersifat relatif. Ini tidak benar, karena bagaimanapun mencuri, merampas, dan menipu dimanapun juga akan dikecam dan dianggap tidak etis.
Pandangan kedua adalah bahwa nilai dan norma moral sendiri paling benar dalam arti tertentu mewakili kubu moralisme universal, yaitu bahwa pada dasarnya norma dan nilai moral berlaku universal, dan karena itu apa yang dianggap benar di negara sendiri harus diberlakukan juga di negara lain (karena anggapan bahwa di negara lain prinsip itu pun pasti berlaku dengan sendirinya). Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa moralitas menyangkut baik buruknya perilaku manusia sebagai manusia, oleh karena itu sejauh manusia adalah manusia, dimanapun dia berada prinsip, nilai, dan norma moral itu akan tetap berlaku.
Pandangan ketiga adalah immoralis naif. Pandangan ini menyebutkan bahwa tidak ada norma moral yang perlu diikuti sama sekali.
Kendala-kendala Pelaksanaan Etika Bisnis
Pelaksanaan prinsip-prinsip etika bisnis di Indonesia masih berhadapan dengan beberapa masalah dan kendala. Keraf(1993:81-83) menyebut beberapa kendala tersebut yaitu:
1. Standar moral para pelaku bisnis pada umumnya masih lemah. Banyak di antara pelaku bisnis yang lebih suka menempuh jalan pintas, bahkan menghalalkan segala cara untuk memperoleh keuntungan dengan mengabaikan etika bisnis, seperti memalsukan campuran, timbangan, ukuran, menjual barang yang kadaluwarsa, dan memanipulasi laporan keuangan.
2. Banyak perusahaan yang mengalami konflik kepentingan. Konflik kepentingan ini muncul karena adanya ketidaksesuaian antara nilai pribadi yang dianutnya atau antara peraturan yang berlaku dengan tujuan yang hendak dicapainya, atau konflik antara nilai pribadi yang dianutnya dengan praktik bisnis yang dilakukan oleh sebagian besar perusahaan lainnya, atau antara kepentingan perusahaan dengan kepentingan masyarakat. Orang-orang yang kurang teguh standar moralnya bisa jadi akan gagal karena mereka mengejar tujuan dengan mengabaikan peraturan.
3. Situasi politik dan ekonomi yang belum stabil. Hal ini diperkeruh oleh banyaknya sandiwara politik yang dimainkan oleh para elit politik, yang di satu sisi membingungkan masyarakat luas dan di sisi lainnya memberi kesempatan bagi pihak yang mencari dukungan elit politik guna keberhasilan usaha bisnisnya. Situasi ekonomi yang buruk tidak jarang menimbulkan spekulasi untuk memanfaatkan peluang guna memperoleh keuntungan tanpa menghiraukan akibatnya.
4. Lemahnya penegakan hukum. Banyak orang yang sudah divonis bersalah di pengadilan bisa bebas berkeliaran dan tetap memangku jabatannya di pemerintahan. Kondisi ini mempersulit upaya untuk memotivasi pelaku bisnis menegakkan norma-norma etika.
5. Belum ada organisasi profesi bisnis dan manajemen untuk menegakkan kode etik bisnis dan manajemen. Organisasi seperti KADIN beserta asosiasi perusahaan di bawahnya belum secara khusus menangani penyusunan dan penegakkan kode etik bisnis dan manajemen. Di Amerika Serikat terdapat sebuah badan independen yang berfungsi sebagai badan register akreditasi perusahaan, yaitu American Society for Quality Control (ASQC)
Antara Keuntungan dan Etika
Tujuan utama bisnis adalah mengejar keuntungan. Keuntungan adalah hal yang pokok bagi kelangsungan bisnis, walaupun bukan merupakan tujuan satu-satunya, sebagaimana dianut pandangan bisnis yang ideal. Dari sudut pandang etika, keuntungan bukanlah hal yang buruk. Bahkan secara moral keuntungan merupakan hal yang baik dan diterima. Karena :
Keuntungan memungkinkan perusahaan bertahan dalam usaha bisnisnya.
Tanpa memeperoleh keuntungan tidak ada pemilik modal yang bersedia menanamkan modalnya, dan karena itu berarti tidak akan terjadi aktivitas ekonomi yang produktif demi memacu pertumbuhan ekonomi yang menjamin kemakmuran nasional.
Keuntungan memungkinkan perusahaan tidak hanya bertahan melainkan juga dapat menghidupi karyawan-karyawannya bahkan pada tingkat dan taraf hidup yang lebih baik.
Ada beberapa argumen yang dapat diajukan disini untuk menunjukkan bahwa justru demi memperoleh keuntungan etika sangat dibutuhkan , sangat relevan, dan mempunyai tempat yang sangat strategis dalam bisnis`dewasa ini.
Pertama, dalam bisnis modern dewasa ini, para pelaku bisnis dituntut menjadi orang-orang profesional di bidangnya.
Kedua dalam persaingan bisnis yang ketat para pelaku bisnis modern sangat sadar bahwa konsumen adalah benar-benar raja. Karena itu hal yang paling pokok untuk bisa untung dan bertahan dalam pasar penuh persaingan adalah sejauh mana suatu perusahaan bisa merebut dan mempertahankan kepercayaan konsumen.
Ketiga, dalam sistem pasar terbuka dengan peran pemerintah yang bersifat netral tak berpihak tetapi efektif menjaga agar kepentingan dan hak semua pemerintah dijamin, para pelaku bisnis berusaha sebisa mungkin untuk menghindari campur tangan pemerintah, yang baginya akan sangat merugikan kelangsungan bisnisnya. Slaah satu cara yang paling efektif adalah dengan menjalankan bisnisnya bisnisnya secara secara baik dan etis yaitu dengan menjalankan bisnis sedemikian rupa tanpa secara sengaja merugikan hak dan kepentinga semua pihak yang terkait dengan bisnisnya.
Keempat, perusahaan-perusahaan modern juga semakin menyadari bahwa karyawan bukanlah tenaga yang siap untuk eksploitasi demi mengeruk keuntunga yang sebesar-besarnya. Justru sebaliknya, karyawan semakin dianggap sebagai subjek utama dari bisnis suatu perusahaan yang sangat menentukan berhasil tidaknya, bertahan tidaknya perusahaan tersebut.
Bismis sangat berkaitan dengan etika bahkan sangat mengandalkan etika. Dengan kata lain, bisnis memang punya etika dan karena itu etika bisnis memang relevan untuk dibicarakan. Argumen mengenai keterkaitan antara tujuan bisnis dan mencari keuntungan dan etika memperlihatkan bahwa dalam iklim bisnis yang terbuka dan bebas, perusahaan yang menjalankan bisnisnya secara baik dan etis, yaitu perusahaan yang memperhatikan hak dan kepentingan semua pihak yang terkait dengan bisnisnya, akan berhasil dan bertahan dalam kegiatan bisnisnya.
Pro dan Kontra Etika dalam Bisnis
Mitos bisnis amoral
Bisnis adalah bisnis. Bisnis jangan dicampuradukkan dengan etika. Para pelaku bisnis adalah orang-orang yang bermoral, tetapi moralitas tersebut hanya berlaku dalam dunia pribadi mereka, begitu mereka terjun dalam dunia bisnis mereka akan masuk dalam permainan yang mempunyai kode etik tersendiri. Jika suatu permainan judi mempunyai aturan yang sah yang diterima, maka aturan itu juga diterima secara etis. Jika suatu praktik bisnis berlaku begitu umum di mana-mana, lama-lama praktik itu dianggap semacam norma dan banyak orang yang akan merasa harus menyesuaikan diri dengan norma itu. Dengan demikian, norma bisnis berbeda dari norma moral masyarakat pada umumnya, sehingga pertimbangan moral tidak tepat diberlakukan untuk bisnis dimana “sikap rakus adalah baik”(Ketut Rindjin, 2004:65).
Belakangan pandangan diatas mendapat kritik yang tajam, terutama dari tokoh etika Amerika Serikat, Richard T.de George. Ia mengemukakan alasan alasan tentang keniscayaan etika bisnis sebagai berikut.
Pertama, bisnis tidak dapat disamakan dengan permainan judi. Dalam bisnis memang dituntut keberanian mengambil risiko dan spekulasi, namun yang dipertaruhkan bukan hanya uang, melainkan juga dimensi kemanusiaan seperti nama bai kpengusaha, nasib karyawan, termasuk nasib-nasib orang lain pada umumnya.
Kedua, bisnis adalah bagian yang sangat penting dari masyarakat dan menyangkut kepentingan semua orang. Oleh karena itu, praktik bisnis mensyaratkan etika, disamping hukum positif sebagai acuan standar dlaam pengambilan keputusan dan kegiatan bisnis.
Ketiga, dilihat dari sudut pandang bisnis itu sendiri, praktik bisnis yang berhasil adalah memperhatikan norma-norma moral masyarakat, sehingga ia memperoleh kepercayaan dari masyarakat atas produ atau jasa yang dibuatnya.
Alasan Meningkatnya Perhatian Dunia Usaha Terhadap Etika Bisnis
• Krisis publik tentang kepercayaan
• Kepedulian terhadap kualitas kehidupan kerja
• Hukuman terhadap tindakan yang tidak etis
• Kekuatan kelompok pemerhati khusus
• Peran media dan publisitas
• Perubahan format organisasi dan etika perusahaan
Perubahan nilai-nilai masyarakat dan tuntutan terhadap dunia bisnis mengakibatkan adanya kebutuhan yang makin meningkat terhadap standar etika sebagai bagian dari kebijakan bisnis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar